Jumat, 09 Maret 2012

Seni Tari


Sejarah Seni Tari Indonesia


SEJARAH SENI TARI INDONESIAPerjalanan dan bentuk seni tari di Indonesia sangat terkait dengan perkembangan kehidupanmasyarakatnya, baik ditinjau dari struktur etnik maupun dalam lingkup negara kesatuan.Jika ditinjau sekilas perkembangan Indonesia sebagai negara kesatuan, maka perkembangantersebut tidak terlepas dari latar belakang keadaan masyarakat Indonesia pada masalalu.James R. Brandon (1967), salah seorang peneliti seni pertunjukan Asia Tenggara asal Eropa,membagi empat periode budaya di Asia Tenggara termasuk Indonesia yaitu:1) periode pra-sejarah sekitar 2500 tahun sebelum Masehi sampai 100 Masehi (M)2) periode sekitar 100 M sampai 1000 M masuknya kebudayaan India,3) periode sekitar 1300 M sampai 1750 pengaruh Islam masuk, dan4) periode sekitar 1750M sampai akhir Perang Dunia II.Pada saat itu, Amerika Serikat dan Eropa secara politis dan ekonomis menguasai seluruh AsiaTenggara, kecuali Thailand.Menurut Soedarsono (1977), salah seorang budayawan dan peneliti seni pertunjukanIndonesia, menjelaskan bahwa, ³secara garis besar perkembangan seni pertunjukan Indonesiatradisional sangat dipengaruhi oleh adanya kontak dengan budaya besar dari luar [asing]´.Berdasarkan pendapat Soedarsono tersebut, maka perkembangan seni pertunjukan tradisionalIndonesia secara garis besar terbagi atas periode masa pra pengaruh asing dan masa pengaruhasing. Namun apabila ditinjau dari perkembangan masyarakat Indonesia hingga saat ini,maka masyarakat sekarang merupakan masyarakat Indonesia dalam lingkup negara kesatuan.Tentu saja masing-masing periode telah menampilkan budaya yang berbeda bagi senipertunjukan, karena kehidupan kesenian sangat tergantung pada masyarakat pendukungnya.Perkembangan masyarakat dan keseniannya tidak merupakan perkembangan yang terputussatu sama lain, melainkan saling berkesinambungan. Edi Sedyawati (1981: 112-118)menggambarkan secara vertikal perkembangan tari di Indonesia dalam lima tahapan yaitutahap:1. kehidupan yang terpencil dalam wilayah-wilayah etnik,2. masuknya pengaruh-pengaruh luar sebagai unsur asing,3. penembusan secara sengaja atas batas-batas kesukuan [etnik],4. gagasan mengenai perkembangan tari untuk taraf nasional,5. kedewasaan baru yang ditandai oleh pencarian nilai-nilai.Setiap wilayah etnik di Indonesia belum tentu telah mengalami tahapan tersebut, bahkandalam wilayah-wilayah tertentu mungkin masih dalam tahapan pertama. Jika ditinjau sekilasperkembangan Indonesia sebagai negara kesatuan, maka tahapan perkembangan tari tersebutterkait dengan perubahan struktur masyarakat.MASA PRA-KERAJAANPada masa ini dapat diidentikkan pula dengan masa pra-Hindu atau pra pengaruh asing.Bentuk-bentuk seni pertunjukan pada masa ini, masih banyak terdapat di daerah pedalamanyang terpencil yang diwarnai oleh kepercayaan animisme. Menurut pengamatan Soedarsono(Op.Cit) sisa-sisa pertunjukan yang berbau animisme, penyembahan nenek moyang danbinatang totem, masih bisa dijumpai di Irian Jaya, pedalaman Kalimantan, pedalamanSumatra, pedalaman Sulawesi, beberapa daerah di Bali yang disebut Bali Aga atau Bali Mula,seperti Trunyan dan Tenganan, serta di Jawa. Perwujudan tari pada masa itu didugamerupakan refleksi dari satu kebulatan kehidupan masyarakat agraris yang terkait dengan
          Adat istiadat, kepercayaan, dan norma kehidupannya secara turun temurun.Oleh karena itu, tari merupakan bentuk seni fungsional atau "utilitas" bagi masyarakatnya.Tema dan pengungkapan lewat gerak tidak terpisahkan dari kepentingan menyeluruh "sangKosmos" (Umar Kayam, 1981). Biasanya penyajian tari terkait dengan upacara ritual yangbersifat magis dan sakral. Untuk itu maka diperlukan tempat dan perhitungan waktu tertentu.Jika mengikuti sistem keadatan, maka pelaku tariannya pun tertentu pula.Beberapa sisa tarian pada masa itu yang kini masih bisa diamati, baik dalam upacara maupundalam bentuk tontonan, seperti Tari Kuda Kepang atau Tari Jathilan di Jawa Tengah, TariTopeng Hudoq dari Kalimantan, menampilkan gerak tari yang sederhana dan mengutamakanekspresi spontan dari pelakunya. Ciri-ciri tersebut tampaknya merupakan kondisi dasar yanghampir sama di wilayah-wilayah etnik yang agraris.CIRI-CIRI TARI AGRARISContoh lain pertunjukan tari yang mempunyai ciri-ciri di atas adalah drama bertopengBerutuk di Desa Trunyan, Bali Utara sekitar Danau Batur Propinsi Bangli (Bandem anddeBoer, 1981). Drama bertopeng tersebut berfungsi untuk memperingati nenek moyangmereka yang disebut Batara Berutuk. James Danandjaja (1980: 120-407), salah seorangantropolog dan etnolog Indonesia, menjelaskan bahwa upacara ritual ini merupakan upacarakesuburan yang dilambangkan oleh adegan percintaan atau perkawinan (sekelompok pemudayang memerankan) Ratu Sakti Pancering Jagat dan permaisurinya Ratu Ayu Pingit DalamDasar. Drama bertopeng ini masih dilaksanakan hingga kini oleh masyarakatnya.Di Jawa, tarian yang terkait dengan upacara kesuburan adalah tayuban. Tarian ini merupakantari berpasangan yang diwujudkan oleh ekspresi hubungan romantis antara wanita (penariledhek atau ronggeng) dengan pria (pengibing) (Soedarsono, 1976, 1985). Meskipun padasaat ini penyajian tayuban sulit untuk dipisahkan antara kepentingan upacara atau hiburankarena pergeseran fungsi dan nilai dalam masyarakat, tampaknya masyarakat pendukungnyamasih menempatkan tayuban sebagai pertunjukan yang masih mempunyai nilai sakral dalamacara perkawinan dan pertanian. Situasi yang sama terdapat pula di Indramayu, Jawa Barat,pada upacara tahunan yang disebut ngarot dalam bentuk pertunjukan ronggeng ketuk.MASA KERAJAANMasa kerajaan ini ditandai oleh masuknya pengaruh luar sebagai unsur asing antara lain,kebudayaan Cina, Hindu-Budha, Islam, dan Barat. Kebudayaan Cina kurang mendapatperhatian oleh para peneliti, karena kemungkinan dasar kepercayaan yang hampir samadengan masyarakat pribumi, yaitu percaya kepada roh-roh leluhur, sehingga kurang begitunyata pada perubahan sistem kemasyarakatannya.Barangkali pula karena nenek moyang yang menghuni Indonesia oleh para pakar kebudayaandikatakan imigran dari daratan Asia yaitu wilayah Cina bagian Selatan. Maka pengaruhbudaya Cina ini berbeda dengan pengaruh asing lainnya terutama pengaruh Hindu, Islam, danBarat. Pengaruh ini sangat nyata pada stratifikasi sosial yang hirarkis yang ditandai denganadanya sistem kelas sosial, yaitu masyarakat adat atau rakyat dan masyarakat bangsawan atauistana. Sistem ini cukup langgeng dari awal berdirinya kerajaan-kerajaan pada sekitar abadke-4 sampai awal abad ke-20. Dengan adanya dua kelas sosial ini maka muncul dua wajahtari yang disebut tari rakyat dan tari istana atau tari klasik.Pengaruh kebudayaan India (atau Hindu/Budha) semula berlangsung di Kalimantan dan
 
Sumatra, tetapi proses akulturasi sangat kuat di Jawa dan Bali (Soedarsono, 1977). Jika masapra-Hindu manusia masih merupakan bagian dari kosmosnya,maka ketika masuk pengaruhHindu dan berdirinya kerajaan-kerajaan titik berat pusat orientasi kosmos terletak padakedudukan sang raja (Umar Kayam, Op.Cit).Tarian merupakan bagian yang menyertai perkembangan pusat baru ini. Ternyata pada masakerajaan ini tari mencapai tingkat estetis yang tinggi. Jika dalam lingkungan rakyat tarianbersifat spontan dan sederhana, maka dalam lingkungan istana tarian mempunyai standar,rumit, halus, dan simbolis. Jika ditinjau dari aspek gerak, maka pengaruh tari India yangterdapat pada tari-tarian istana Jawa terletak pada posisi tangan, dan di Bali ditambah dengangerak mata. Posisi tangan dan gerak mata pada tarian India mempunyai arti tertentu yaituberarti kata benda, kata sifat, kata kerja, dan sebagainya, sedangkan posisi tangan dan gerak mata pada tari Jawa dan Bali tampaknya sudah kehilangan makna aslinya, mungkin hanyauntuk kepentingan estetis saja.

0 komentar:

Posting Komentar

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g:
:h: :i: :j: :k: :l: :m: :n: :o: :p: